Sidoarjo – Momentum hari raya Idhul Fitri dimaknai sebagai kembalinya seorang muslim pada fitrahnya, layaknya bayi yang baru dilahirkan. Banyak yang memaknai Idul Fitri adalah kembali suci, bersih, dan tanpa dosa.
Menurut Quraish Shihab, fitrah secara bahasa sebenarnya merujuk pada frase “asal kejadian”. Sedangkan jika merujuk kepada Alquran adalah fitrah agama yang benar.
“Jadi, fitrah itu dimaknai kembali memeluk agama secara benar,” kata Quraish Shihab di kanal YouTube Abu Marlo, Selasa (3/5/2022).
Kyai yang pernah berkiprah sebagai Menteri Agama itu juga menyebutkan fitrah itu juga berarti kesucian. Sehingga bisa dimaknai fitrah adalah kembali pada kesucian karena lahir dalam keadaan suci tidak membawa dosa.
Pendiri Pusat Studi Quran itu menambahkan dengan menjalankan kewajiban puasa dan ibadah tambahan lain selama Ramadhan, diharapkan dosa-dosa akan diampuni Allah SWT.
Menurut Quraish Sihab, secara bahasa “asal kejadian” bisa memiliki makna lebih dalam. Yaitu, manusia diciptakan Allah SWT dengan membawa sekian banyak kesediaan yang berbeda-beda.
“Saya beri contoh kita diberi mata, telinga, kaki setiap anggota tubuh ini. Kita diberi akal, kita diberi hati yang harus kita gunakan sesuai fungsinya. Kembalikan ke fitrah menurut asal kejadiannya, jadi jangan mendengar musik dengan mata, tidak melihat dengan telinga, dan jangan menggunakan akal pada hal-hal yang tidak mampu dicapai akal,” jelasnya.
Dia menambahkan ada dua hal yang bisa dilakukan oleh hati, namun tidak bisa dilakukan akal. Dua hal itu adalah cinta dan iman.
“Mau bercinta, jangan pakai akal, hanya hati. Namun gunakan akal untuk memperkukuh (cinta itu). Mari kita gunakan semua ini pada tempatnya,” jelasnya.
Dengan memahami fungsi masing-masing dari anugerah Allah SWT, kata Quraish, merupakan makna lain dari hidup.
Ahli tafsir Alquran itu mengungkapkan Idhul Fitri merupakan awal untuk menjalani kebiasaan-kebiasaan baik selama Ramadhan. Latihan pembiasaan tersebut, hendaknya terus dijaga seterusnya.
“Kalau kebiasaan ini kembali seperti semula, berarti kita masih gagal menjalani 30 hari Ramadhan ditambah enam hari puasa Syawal itu,” jelas Quraish.
Sebab, Ramadhan sebenarnya latihan membiasakan diri untuk kebaikan, baik ibdadah maupun peilaku, dan akhlak.
“Membiasakan tidak terlalu merasa lapar, membiasakan bangun malam, shalat malam. Jangan sampai Ramdhan pergi, kebiasaan baik lantas hilang,” kata Quraish. (Ant/Bk)