Jakarta – Sejumlah Aktivis kemanusiaan internasional yang mengatasnamakan Indonesian Youth for Peace and Humanity menggelar aksi di depan kedutaan besar China di Jakarta. Mereka menuntut agar pemerintah China segera menghentikan segala bentuk penindasan terhadap masyarakat Uyghur di Xinjiang.
Directur executive Indonesian Youth for Peace and Humanity, Yanju Sahara menegaskan bahwa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional, punya kewajiban untuk menyuarakan aspirasi kemanusiaan tersebut. Menurutnya, segala bentuk penindasan, diskriminasi dan pembantaian terhadap manusia di muka bumi ini harus dihentikan.
“Kami dari Indonesian Youth for Peace and Humanity mengajak seluruh civil society di Indonesia maupun dunia untuk sama-sama membangun solidaritas kemanusiaan yang menimpa saudara kita di Xinjiang Uyghur yang telah mendapatkan tindakan diskrimatif dan kekerasan oleh pemerintah China,” ujarnya kepada awak media di Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Lebih lanjut, Yanju bersama aktivis yang lain mengatakan bahwa Atasnama kemanusian dan perdamaian, tindakan direct violence dan indirect violence yang selama ini dilakukan pemerintah China tidak dapat dibenarkan.
Oleh karena itu, mereka mendesak pemerintah China untuk menyusun langkah-langkah konstruktif atas hak kebebasan bernegara dan hak setiap individu etnis Uyghur di Xinjiang China terlindungi sepenuhnya.
“Kami mengingatkan Pemerintah China untuk mematuhi kewajibannya sebagai anggota masyarakat internasional untuk mematuhi standar-standar hak asasi manusia yang diakui secara universal,” imbuhnya.
Kemudian, mereka juga mengajak masyarakat Indonesia untuk terus menyuarakan isu kemanusiaan ini. “Kami mengajak seluruh elemen Gerakan kemanusiaan untuk Bersama-sama mendesak pemerintah China agar menyetop Tindakan diskriminatif yang menimpa saudara kita Uyghur di Xinjiang,” pungkasnya.
Sebagai informasi, bahwa Fenomena internasional dikejutkan dengan aksi brutal pemerintah Tiongkok terhadap kelompok Uighur yang tinggal di Daerah Otonomi Xinjiang. Pemerintah Tiongkok diduga melakukan penindasan yang menjurus ke beberapa tahun terakhir.
Tindakan ini melibatkan penahanan massal, penyiksaan, dan kerja paksa, yang memicu kecaman luas secara internasional dan tuduhan genosida.
Tentunya, hal tersebut menjadi sorotan dunia internasional terhadap pelanggaran hak asasi manusia, dengan banyak negara menyatakan keprihatinannya, sementara pemerintah Tiongkok terus menyangkal tuduhan tersebut.
Upaya non litigasi dan litigasi terus dilakukan oleh berbagai negara dan kelompok aktivis kemanusiaan, termasuk seruan untuk melakukan pembicaraan terbuka dengan pemerintah China, mendesak akses bagi pengamat independen dan kelompok hak asasi manusia ke Xinjiang.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, melalui Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, telah menganjurkan penyelidikan independen.
Pernyataan publik dan resolusi telah dikeluarkan oleh beberapa negara dunia, yang mengutuk pelanggaran tersebut, dan beberapa negara telah mengeluarkan resolusi di badan legislatif mereka, yang menyerukan tindakan.
Tekanan ekonomi juga telah diterapkan, dengan beberapa negara menjatuhkan sanksi terhadap pejabat dan perusahaan China yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang. (Ant/Nisa)