JANGAN SAMPAI KEPATEN OBOR

JANGAN SAMPAI KEPATEN OBOR

Sidoarjo – Lebaran 1 syawal 1444 hijriyah adalah momen yang luar biasa. Momen berkumpulnya setiap keluarga yang sering terpisah karena rantau atau ikatan pernikahan. Setiap mereka yang berkumpul pasti berbahagia bersantap hidangan khusus, mengunyah jajanan khas, berbagi rezeki berupa TunjanganHariRaya (THR), bahkan bertukar cerita-cerita hidup setahun belakangan.

Mana yang paling ditunggu? Pasti THR, biasanya anak-anak menjadi pihak yang paling diuntungkan dengan adanya pembagian uang spesial hari raya ini. Anak-anak mengantri, mendapatkan lembar demi lembar rupiah, yang diyakini dapat ditukar dengan barang apapun yang mereka suka.

Sungguh bahagia menjadi penerima manfaat BLT unik ini. Vibes THR memang sangat menyenangkan, sehingga anak-anak malah terfokus pada perolehannya. Ya memang satu sisi mengajarkan anak-anak mengenal dan mengelola uang memang perlu. Namun ada hal krusial yang dilupakan para orang tua karena tertutup euforia THR.

Esensi silaturahmi, menyambung persaudaraan, dan kekeluargaan sedikit berkurang esensinya karena tertutup tujuan mencari THR. Anak-anak terdidik fokus pada perolehan nominalnya, bukan pada *siapa pemberinya, apa perannya dalam keluarga besar, apa hubungannya dengan orang tuanya*, dan sebagainya.

Saya yang hampir 30 tahun ini jujur saja masih sering bertanya pada orang tua saya tentang siapa mbah yang tadi kita kunjungi. Apa hubungan detailnya dengan mbah kita sendiri. Anak yang beruntung, adalah anak yang sering diajak bersilaturahmi, menyambung persaudaraan agar tidak putus ketika orang tua sudah wafat. Banyak fenomena KEPATEN OBOR yang berarti pencarian jejak persaudaraan itu tak terlihat karena cahaya obor telah mati. Banyak keluarga-keluarga mengeluhkan putusnya tali silaturahmi karena ketidaktahuan anak turunan tentang silsilah maupun sejarah asal usul keluarga.

Lebaran ini adalah momen tepat membantu anak-anak mengurutkan, mengidentifikasi, anggota keluarga baik keluarga sedarah maupun keluarga se ideologis, keluarga sambung, keluarga sahabat karib, dan lain sebagainya. Agar fenomena _”kepaten obor”_ dapat berkurang. Boleh kita jauh dan mendalam belajar sejarah bangsa ini, tapi jangan lupa, kita juga harus belajar sejarah keluarga sendiri. Penting kiranya mengetahui, dari siapa kita dilahirkan, dan siapa saja bagian dari sejarah adanya keluarga kita.

THR dapat habis dalam beberapa hari, namun ikatan kekeluargaan tidak sesingkat menghabiskan uang THR bukan?

Mohon maaf lahir batin, Jangan Sampai KEPATEN OBOR.

penulis : Irfandi
Budayawan Muda, Aktivis Sosial Sidoarjo, Penerima Pemuda Utama Gubernur Jawa Timur sekaligus Founder Kampung Lali Gadget, Desa Pagergumbuk, Wonoayu, Sidoarjo. (Ant/Nisa)

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *