Generasi yang berintelektual baik seharusnya juga diimbangi dengan kesholehan sosial dan spiritual yang baik. Namun tidak semua orang menyanding hal terpuji tersebut. Pendidikan karakter perlu ditanamkan generasi-ke generasi agar kehidupan bermasyarakat sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kampoeng Sinau Sidoarjo, tepatnya berada di desa Buduran. Menyajikan kelas pembelajaran yang berbeda dari Lembaga pindidikan non formal yang lain.
Lembaga ini menggadakan kelas belajar yang di beri nama ‘kesholehan sosial’ kegiatan tersebut berupa sharing oleh tokoh-tokoh berpenggaruh dibidang sosial, alam, budaya dan pengalaman-pengalaman di masa pendidikannya.
Pada Edisi ke 2 lalu, 4 narasumber hadir untuk membagikan penggalamanya, peserta merupakan siswa-siswi kampoeng sinaou sendiri.
Tokoh pertama bernama pak Daniel, beliau seorang Dosen Akuntansi dari Universitas Ma Chung Malang. Kesehariannya, tidak hanya ia habiskan untuk mengajar namun juga berkeliling untuk membantu banyak nelayan dan korban bencana di seluruh Indonesia, bahkan beliau juga menjaring kerja sama dengan aktifis sosial luar negri. Dalam sesi itu juga beliau banyak menjelaskan menggenai kebiasaan masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) menggenai tahlil, nyelelawat, budaya menikah dll. Yang dinilai hal tersebut merupakan upaya peduli dan empati kepada seseorang yang sedang terkena musibah.
“Rasa peduli terhadap sesama itu tidak hanya menggucapkan bela sungkawa kepada orang yang meninggal, namun juga berupa empati fisik, seperti memberi uang, beras ataupun hal yang dibutuhkan keluarga yang terkena musibah” terang pak Daniel.
Disusul oleh narasumber kedua, beliau membagi cerita terkait latar belakang dan perjuanggannya dalam melanjutkan pendidikannya hingga S3 di luar negri. Dialah pak Wawan Kaprodi Sastra Inggris di Universitas Ma Chung Malang. Dari kisah yang dia sampaikan peserta dapat mengambil pelajaran jika bahwa nemepuh ilmu disebuah sekolah yang biasa saja tidak akan menghalangi mimpi untuk bisa melanjutkan sekolah keluar negri. Karena sejatinya usaha yang gigih dan komitmen untuk memperjuangkanlah yang dapat mengantarkannya ke sesuatu yang ia ingginkan.
Selanjutnya cerita dari mas Dito, alumni kampoeng sinau yang berhasil mendapat beasiswa di Universitas favorit kota malang, ia menceritakan kehidupan dimasa kuliah dengan banyak persyaratan yang harus ia penuhi untuk bisa tetap mendapatkan beasiswa, seperti diwajibkan berorganisasi minimal 3, keaktifan didalam kelas, nilai minimum yang didapatkan dalam kelas.
Narasumber yang terakhir juga tidak kalah menarik, dia adalah Zimi. Lewat kegemerannya menulis bisa mengantarkannya menuju ke Ansterdam karena lolos seleksi disalah satu lomba menulis nasional.
Dari ketiga materi yang disampaikan narasumber, penulis dapat menyimpulkan bahwa Kegiatan ini dapat menumbuhkan jiwa sosial yang baik, karena sejatinya hidup tidak haya soal uang. Jika apa yang kita cari hanyalah uang maka uang tersebut tidak dapat menyelamatkan kami diakhirat lain halnya jika kita menanamkan kebaikan untuk banyak orang, maka doa-doa dari orang yang kita bantu itulah yang akan menyelamatkan kita.
Penulis: Ika Fitrianingsih
Editor: Baba Kapten