Opini, kiprah.id – Sebagai cucu dari korban keganasan PKI pada peristiwa G30S, refleksi saya tentang tragedi ini tidak hanya bersifat historis, tetapi juga sangat personal. Saya tumbuh dengan cerita-cerita tentang keberanian dan pengorbanan keluarga saya yang menjadi korban ketidakadilan dan kekejaman rezim komunis pada masa itu. Peristiwa G30S PKI bukan hanya sekadar catatan sejarah, tetapi juga bagian dari pengalaman keluarga yang mendalam dan menyakitkan.
Keluarga saya adalah bagian dari mereka yang menjadi korban penganiayaan PKI di wilayah Dusun Babadan Desa Kepuhrejo Kecamatan Takeran Kabupaten Magetan. Kakek saya adalah salah satu dari ribuan orang yang diculik, disiksa, dan dibunuh PKI Madiun yang dipimpin oleh Muso. Sejumlah mayat di buang didekat kali Desa Pojok kecamatan Kawedanan Magetan pada September 1948. Mungkin bisa jadi karena latar belakang keluarga yang dianggap bisa menjadi musuh komunis. Pengalaman pahit ini meninggalkan luka mendalam bagi keluarga saya, terutama bagi nenek saya yang harus merawat anak-anaknya sendirian setelah kehilangan suami.
Refleksi tentang G30S PKI
Bagi saya, G30S PKI adalah contoh nyata dari bahaya ideologi yang ekstrem dan intoleran. PKI dengan ideologi komunisnya yang keras dan anti-agama telah melakukan kekejaman luar biasa terhadap lawan-lawan politiknya, terutama mereka yang dianggap sebagai musuh kelas atau musuh negara. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana sebuah ideologi politik yang radikal dapat memecah belah bangsa dan menimbulkan korban jiwa yang sangat banyak.
Fanatisme Membutakan Mata dan Hati
Fanatisme komunis menjadi anomali fenomena di masa orde lama, dimana individu atau kelompok menjadi sangat terobsesi dengan ideologi komunisme, sehingga mereka cenderung mengabaikan realitas dan kemanusiaan dalam memperjuangkan tujuan mereka. Fanatisme ini dapat membutakan mata dan hati seseorang, membuatnya tidak lagi melihat kebenaran dan keadilan secara objektif.
Dampak Sikap Fanatisme
1. Kekerasan dan Penganiayaan
Fanatisme sering kali berujung pada kekerasan dan penganiayaan terhadap lawan politik dan kelompok tertentu. Hal ini dapat menyebabkan banyak penderitaan dan pihak yang dirugikan.
2. Pengabaian Hak Asasi Manusia
Fanatik8 cenderung mengabaikan hak asasi manusia dalam upaya mencapai tujuan mereka. Mereka mungkin membatasi kebebasan berbicara, berkumpul, dan beragama, serta melakukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap lawan politik.
3. Kemunduran Ekonomi
Fanatisme dapat menyebabkan kemunduran ekonomi karena kebijakan ekonomi yang tidak efektif dan pengabaian terhadap hak properti dan insentif individu.
4. Penghancuran Masyarakat
Fanatisme dapat menghancurkan struktur sosial masyarakat dengan memecah belah komunitas dan menciptakan permusuhan antara kelompok yang berbeda.
Fanatisme Komunis memuncak pada gerakan 30 september 1965 yang menjadi tragedi sangat memilukan bangsa Indonesia. Semua upaya kekerasan dan penganiayaan dilakukan terhadap lawan politik yang tak sejalan dengan melakukan kudeta. Rasa Intoleransi terhadap pandangan berbeda cenderung tidak toleran terhadap pandangan berbeda dan menganggap diri mereka sebagai satu-satunya yang benar.
Banyak hal untuk mengatasi munculnya Fanatisme, seperti :
1. Memberikan pendidikan dan kebenaran informasi yang baik dapat membantu individu memahami bahaya fanatisme dan pentingnya toleransi serta hak asasi manusia.
2. Membangun sistem demokrasi yang kuat dan adil dapat membantu mencegah fanatisme ideologi dengan memberikan ruang bagi partisipasi politik yang damai dan perlindungan hak asasi manusia.
3. Melakukan pengembangan ekonomi yang Inklusif dan berkeadilan dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi yang sering kali menjadi pemicu fanatisme.
Fanatisme komunis menjadi salah satu contoh nyata yang sangat berbahaya dan dapat membutakan mata dan hati. Tanpa bersikap toleransi dapat memunculkan banyak ketudakadilan, kesenjangan, penderitaan dan kehancuran. Dengan pendidikan, promosi demokrasi, dan pengembangan ekonomi yang inklusif, kita dapat mengatasi fanatisme komunis dan membangun masyarakat yang lebih damai dan adil.
Pengajaran dari Sejarah
Dari cerita keluarga dan pembelajaran sejarah, saya belajar bahwa kebencian dan kekerasan tidak pernah membawa solusi. G30S PKI mengajarkan kita tentang pentingnya toleransi, menghargai perbedaan, dan menjaga perdamaian. Sejarah juga mengingatkan kita untuk selalu waspada terhadap ideologi yang berusaha memecah belah bangsa dan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan.
Sanjung doa untuk arwah korban G30SPKI senantiasa terkirimkan dan berharap agar peristiwa serupa tidak terulang lagi. Refleksi ini bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi juga untuk membangun masa depan yang lebih baik, di mana toleransi, keadilan, dan perdamaian menjadi pondasi utama kehidupan bermasyarakat.
G30S PKI adalah bagian dari sejarah kelam Indonesia yang harus diingat dan dipelajari agar tidak terulang. Sebagai cucu korban, saya berkomitmen untuk terus mengenang dan menghormati para korban, serta berusaha membangun masyarakat yang lebih harmonis dan damai. Semoga refleksi ini dapat menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Penulis : Sugianto, S.M.
Alumnus Universitas NU Sidoarjo, Aktivis kepemudaan.