MENUNTUT KEJELASAN ROAD MAP PERSEBAYA

MENUNTUT KEJELASAN ROAD MAP PERSEBAYA

Tujuan sebuah klub ikut kompetisi bukan hanya sekadar mengejar juara. Lewat kompetisi, sebuah klub punya kesempatan mewujudkan cita-cita suporternya, menjadi klub papan atas dengan visi yang diletakkan para pendirinya.

Terlalu kerdil jika menjadikan juara sebagai satu-satunya target. Ada banyak tujuan yang bisa kita tetapkan. Muaranya, klub yang kita banggakan menjadi klub serius, bukan klub guyonan apalagi bahan meme suporter sebelah.

Saya selalu memandang kompetisi adalah sebuah perjalanan dengan bermacam-macam tujuan. Juara memang menjadi tujuan utama, namun tujuan-tujuan lain tak kalah penting. Karena itu yang nantinya akan mengantar klub kebanggaan meraih tujuan utama yakni gelar juara. Tujuan-tujuan itu yang saya sebut dengan road map atau peta jalan.

Agar tidak tersesat, kita perlu membuat road map. Seberapa serius klub kebanggaan kita bisa dilihat dari road map yang ditawarkan manajemen. Pertanyaannya, apakah manajemen Persebaya sudah memiliki road map yang jelas yang menggambarkan seberapa serius mereka mengejar juara?

Keseriusan tak hanya ditunjukkan dengan jor-joran membeli pemain. Ada hal-hal fundamental yang harus dibangun agar klub memiliki fondasi kuat. Fondasi ini nantinya akan menopang perjalanan klub dalam sebuah kompetisi.

Hal-hal fundamental itu adalah pembinaan pemain muda dan pembangunan fasilitas klub seperti training ground.

We are building a structure for the future, not just a team of all stars.”
Kutipan pemilik Manchester City, Sheikh Mansour, ini ditempel di kantor baru City. Usai mengakuisisi klub dari tangan aristokrat Thailand, Thaksin Shinawatra, pada 2008, Abu Dhabi United Group (ADUG), perusahaan milik Sheikh Mansour, mulai membangun fasilitas klub. Tujuannya untuk mencetak pemain yang nantinya akan menyuplai kebutuhan tim utama. Sheikh Mansour sadar jika jor-joran membeli pemain tidak akan membuat klub ke mana-mana.

City Football Academy (CFA) dibangun di kawasan tenggara Stadion Etihad yang dulunya tidak terawat. Kompleks seluas 80 hektar itu dipugar. Hasilnya, berdiri 16 lapangan latihan berstandar FIFA. Tak hanya itu, semua fasilitas untuk menunjang performa pemain dibangun mulai tempat fitness, mess untuk pemain muda dan orang tuanya, hingga pusat pendidikan.

Selain membangun fasilitas, Sheikh Mansour juga menyediakan dana fantastis untuk merekrut pemain dan pelatih berkualitas. Ditunjang dengan pemain mudanya yang solid, tiga tahun setelah akuisisi, City mampu menjuarai Premiere League musim 2011/2012.

Sejak saat itulah, City mendominasi perburuan gelar Premier League mengalahkan rival sekotanya, Manchester United. The Citizens tidak lagi menjadi klub medioker yang jadi bahan tertawaan berkat visi yang dibawa pemilik barunya.

Bagaimana dengan Persebaya?

Awalnya, Persebaya cukup menjanjikan di bawah manajemen Azrul Ananda. Di musim pertamanya, Persebaya mampu promosi ke Liga 1. Laju Green Force cukup mulus dengan dukungan sponsor melimpah. Persebaya berubah menjadi klub yang disegani usai lepas dari konflik internal.

Sayangnya, hal itu tidak berlanjut di musim berikutnya. Green Force gagal juara. Meski di akhir musim menduduki posisi runner up, ada drama-drama tercipta yang mewarnai perjalanan Persebaya. Mulai drama Andik Vermansah hingga pemecatan Alfredo Vera.

Musim 2019, Persebaya tak juga menunjukkan performa menjanjikan. Di musim inilah, hubungan manajemen dan Bonek memburuk. Kerusuhan terjadi di Gelora Bung Tomo usai Persebaya kalah dari PSS Sleman.

Musim 2020 sepertinya menjadi awal kebangkitan Persebaya. Gelar juara tampak dalam jangkauan. Pemain-pemain top direkrut di antaranya mendatangkan Makan Konate, Mahmoud Eid, Aryn William, dan striker top asal Brasil, David da Silva.

Suporter sangat optimis karena di pramusim, Persebaya juara Piala Gubernur Jatim mengalahkan Persija di final. Sayang, takdir berkata lain. Wabah covid-19 merebak membuat Persebaya kembali terpuruk karena kompetisi dihentikan.

Usai pandemi mereda, Persebaya seperti jalan di tempat. Drama-drama juga masih saja tercipta mulai kerusuhan di Gelora Delta Sidoarjo hingga mundurnya Azrul Ananda sebagai Presiden Persebaya.

Namun yamg paling saya sayangkan adalah gagalnya Persebaya membangun fondasi yang kuat untuk mengejar juara. Janji juara memang sempat dilontarkan musim ini. Pun juga janji membangun training ground di Sidoarjo yang sempat digembar-gemborkan memiliki lapangan berstandar FIFA.

Namun janji-jani itu sepertinya hanya pepesan kosong. Karena hingga musim ketujuhnya, manajemen tak juga membangun fondasi kuat sebagai pijakan untuk meraih juara.

Persebaya memang tumbuh menjadi klub keren dan stylist. Kemasan Persebaya cukup menawan membuat siapa saja terbuai. Sayangnya, Persebaya terlihat seperti gadis cantik dengan intelektual di bawah rata-rata.

Selebrasi pemain Persebaya saat melawan Dewa United. Foto: Instagram @officialpersebaya
Selebrasi pemain Persebaya saat melawan Dewa United. Foto: Instagram @officialpersebaya
Semua perdebatan tentang Persebaya tidak pernah menyentuh esensi sebuah klub besar. Semua hanya gimmick-gimmick membosankan. Perjalanan Persebaya dari musim ke musim pun terasa sama dan membentuk pola yang hampir mirip. Optimis di awal musim, terpuruk di tengah musim, bangkit di akhir musim. Namun ending-nya tetap saja gagal juara.

Hingga saat ini, saya masih menunggu road map apa yang ditawarkan manajemen untuk Persebaya dalam 5, 10, atau 20 tahun ke depan. Suporter berhak menuntut road map karena itu yang akan membuktikan keseriusan manajemen dalam mengelola Persebaya.

Pembinaan pemain muda dan pembangunan fasilitas klub membutuhkan komitmen tinggi karena melibatkan dana investasi cukup besar. Belum lagi bagaimana meyakinkan Pemkot Surabaya agar Persebaya membawa manfaat dan bukan menambah masalah.

Apalagi hubungan Persebaya dan Pemkot sempat memanas. Perseteruan memperebutkan aset berupa Mess Karanggayam terjadi di meja pengadilan cukup lama dan berlarut-larut. Membangun relasi dengan Pemkot tentu membutuhkan upaya yang tidak mudah dan komitmen tinggi manajemen.

Seberapa kuat keyakinan manajemen akan perjalanan Persebaya di tengah belum stabilnya kompetisi di bawah federasi? Tentu saja manajemen bisa mengatakan keyakinannya dengan mudah. Namun keyakinan ini hendaknya tak hanya disampaikan secara lisan tapi dibuktikan dengan membuat road map yang jelas.

Bonek memang bukan pemegang saham Persebaya. Namun merekalah penjaga kemurnian klub yang telah terbukti dari jaman ke jaman. Sekali lagi, mereka berhak menuntut kejelasan road map. Karena di sanalah, Bonek bisa melihat keseriusan Persebaya di bawah Azrul Ananda.

Lidah tak bertulang, karenanya janji mudah diucapkan. Janji-janji manajemen membawa Persebaya menjadi klub besar sudah sering dilontarkan. Bonek masih cukup bersabar menunggu gelar juara. Namun, kesabaran tentu ada batasnya. Sayangnya, keinginan Bonek melihat Persebaya tumbuh menjadi klub besar yang disegani seperti jauh panggang dari api.

Tugas manajemen adalah meyakinkan Bonek agar tetap bersabar menanti gelar juara yang cukup dirindukan. Meyakinkan Bonek tidak hanya melontarkan janji tapi harus membuat road map jelas bagaimana Persebaya ke depan. Tanpa itu, Persebaya tidak akan ke mana-mana dan hanya akan menjadi klub medioker pelengkap sebuah kompetisi.

Saya ingin Azrul menatap setiap mata Bonek yang dengan tulus mencintai Persebaya. Yakinkan Bonek agar mereka bisa berkata:

Zrul, kamu memang orang yang tepat mengelola Persebaya!”

Ditulis oleh : Iwan Iwe
S.I.Kom. Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *